Kutai Timur Hadapi Tantangan Pasca-Moratorium Batubara

BP40 – Kabupaten Kutai Timur, yang selama ini mengandalkan batubara sebagai sumber utama pendapatan daerah, kini dihadapkan pada tantangan besar setelah pemerintah pusat mengumumkan rencana pemberlakuan moratorium ekspor batubara pada tahun 2040. Kebijakan ini mengharuskan batubara yang diekstraksi di daerah ini untuk diolah terlebih dahulu di dalam negeri, dan tidak lagi dapat diekspor dalam bentuk mentah.

“Moratorium ini menuntut kita untuk beradaptasi. Batubara yang diekstraksi harus diolah di dalam negeri, bukan diekspor mentah,” kata Ketua DPRD Kutai Timur, Jimmi, dalam sambutannya pada pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) Kecamatan Sangatta Utara Tahun 2026 yang digelar di Balai Pertemuan Umum (BPU) Sangatta Utara, Jumat, 14 Februari 2025.

Jimmi menjelaskan bahwa Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah di Kutai Timur, terutama batubara, telah menyumbang sekitar 95 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutai Timur. Pendapatan dari sektor batubara diperkirakan mencapai sekitar Rp300 triliun per tahun. Namun, dengan diberlakukannya moratorium ekspor batubara, pemerintah daerah perlu segera merencanakan langkah-langkah untuk mencari alternatif pendapatan baru, agar tidak terlalu bergantung pada satu sektor saja.

“Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah daerah harus segera merencanakan strategi diversifikasi ekonomi, seperti pengembangan sektor minyak, kelapa sawit, dan hilirisasi batubara. Ini akan menjadi fokus utama untuk mengurangi ketergantungan pada satu sumber pendapatan,” ujar Jimmi, yang juga politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kutai Timur.

Selain itu, Jimmi, yang hadir bersama dua anggota DPRD Dapil 1, Ramadhani dan Edi Markus Palinggi, menekankan pentingnya pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai bagian dari strategi jangka panjang. Pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja harus ditingkatkan agar masyarakat dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat perubahan kebijakan ini.

Jimmi juga mengungkapkan bahwa pengembangan hilirisasi batubara sudah dimulai beberapa waktu lalu, namun sempat terhenti. Dia berharap pemerintah daerah dapat menggandeng investor baru untuk melanjutkan proyek hilirisasi ini, yang diyakini dapat memberikan nilai tambah dan membuka lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal.

“Pemerintah daerah juga harus mempercepat upaya pengolahan batubara secara lebih efisien, agar dapat meningkatkan nilai tambah dan menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana mempersiapkan perubahan ini dengan matang, serta mengurangi ketergantungan pada sektor batubara,” kata Jimmi.

Menurut Jimmi, untuk mencapai keberhasilan dalam menghadapi tantangan besar ini, sinergi antara masyarakat dan pemerintah daerah sangat diperlukan. Kerjasama tersebut menjadi kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih beragam, berkelanjutan, dan sejahtera bagi Kutai Timur.

“Untuk itu, masyarakat dan pemerintah harus bersatu dan bekerja sama agar dapat menciptakan masa depan yang lebih baik dan tidak tergantung pada satu sektor saja,” pungkasnya.(*)

#KutaiTimur #MoratoriumBatubara #DiversifikasiEkonomi #HilirisasiBatubara #PembangunanKutim #SumberDayaManusia #PendidikanKutaiTimur #SektorMinyakKelapaSawit

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
Verified by MonsterInsights