“Masyarakat berharap penanganan kasus ini segera dituntaskan demi kepastian hukum dan perlindungan lingkungan hidup di Kutai Timur”
BP 40 – DPRD Kutai Timur resmi membentuk Panitia Kerja (Panja) lintas komisi untuk mengusut dugaan pelanggaran lingkungan dan penyalahgunaan jalan kabupaten oleh dua perusahaan tambang, yakni PT APE dan PT BAS, yang beroperasi di Desa Mukti Jaya, Kecamatan Rantau Pulung.

Keputusan ini diambil dalam rapat gabungan Komisi A dan Komisi C bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Perhubungan, serta Dinas PUPR, yang digelar di ruang hearing DPRD Kutim, Rabu (6/5/2025). Rapat tersebut merupakan tindak lanjut atas laporan tim pengawasan lapangan yang turun pada 14 April 2025.
Ketua Komisi A DPRD Kutim, Edi Markus Palinggi, yang memimpin rapat tersebut, menegaskan bahwa pembentukan Panja mencerminkan keseriusan DPRD dalam merespons keluhan masyarakat. Ia menyayangkan ketidakhadiran perwakilan PT APE dan PT BAS, meski telah diundang secara resmi.

“Ini soal tanggung jawab. Kalau perusahaan tidak hadir dan tidak mau menjelaskan, kita tidak bisa diam. Kami temukan di lapangan, pengelolaan limbah buruk dan penggunaan jalan kabupaten melanggar aturan. Maka DPRD membentuk Panja agar bisa bertindak lebih jauh,” tegas Edi Markus.
Panja akan terdiri dari anggota Komisi A, Komisi C, serta legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) 2, wilayah yang terdampak langsung aktivitas kedua perusahaan tersebut. Panja bertugas melakukan pendalaman, klarifikasi, hingga penindakan jika terbukti ada pelanggaran serius.

Sejumlah legislator lintas fraksi memberikan dukungan penuh terhadap pembentukan Panja, antara lain Pandi Widiarto, Kajan Lahang, H. Masdari Kidang (Fraksi Demokrat), Yusuf Silambi (Fraksi PDI Perjuangan), Sayyid Umar (Fraksi PKS), dan Kari Palimbong (Fraksi Golkar). Mereka kompak mendorong agar DPRD tidak ragu bersikap tegas demi kepentingan masyarakat.
Langkah ini juga mendapat sambutan positif dari masyarakat dan para aktivis lingkungan yang menuntut proses investigasi berjalan transparan serta memberi efek jera bagi pelaku pelanggaran.

“Panja ini bukan hanya akan mengungkap, tapi juga memastikan ada perbaikan nyata. Kita tidak mau warga terus jadi korban akibat perusahaan yang hanya mengejar keuntungan,” tambah Edi Markus.
Dalam rapat tersebut, Marlin Sundu, pejabat dari Dinas Lingkungan Hidup Kutai Timur sekaligus Ketua Tim Verifikasi Lapangan, mengungkapkan bahwa sejak tahun 2023 pihaknya telah menemukan adanya pengelolaan lingkungan yang tidak sesuai. Bahkan, laporan hasil verifikasi telah dikirim ke pemerintah provinsi dan pusat, namun hingga kini belum ada hasil yang ditindaklanjuti.

Berikut adalah kronologi penanganan dugaan pencemaran lingkungan hidup oleh PT APE berdasarkan hasil pengawasan dan laporan resmi yang disampaikan Dinas LH Kutai Timur dalam rapat hari ini.:
- 16 Desember 2022: Dilakukan pengawasan pertama terhadap PT APE.
- 14 Januari 2023: Pengawasan lanjutan dilakukan.
- 9 April 2023: Verifikasi lapangan atas pengaduan warga terkait pencemaran Sungai Sangatta dan Sungai Benua Muda.
- 23 Mei 2023: Pendampingan oleh Polda Kaltara dilakukan.
- 24 Mei 2023: Diterbitkan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah kepada PT APE.
- 31 Juli 2023: DLH kembali mengeluarkan peringatan administratif.
- 11–15 Oktober 2023: Verifikasi lanjutan dilakukan oleh Direktorat Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan.
Rangkaian tindakan tersebut menunjukkan adanya upaya serius dari pihak berwenang menanggapi laporan warga terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT APE.
Namun hingga kini, tindak lanjut dari sanksi administratif maupun hasil verifikasi oleh Direktorat Penegakan Hukum belum diumumkan secara terbuka. Masyarakat berharap penanganan kasus ini segera dituntaskan demi kepastian hukum dan perlindungan lingkungan hidup di Kutai Timur.(*)