SANGATTA – Di sebuah rumah kontrakan sederhana di Jalan Assadiyah, Sangatta Utara, Ibu Supiani (80 tahun) dan anaknya, Juari (63 tahun), menjalani hidup dengan penuh perjuangan. Rumah yang mereka tinggali sejak 2016 ini hanya memiliki dua kamar, dapur kecil, serta ruang tamu yang juga berfungsi sebagai tempat beristirahat. Teras rumah mereka tampak sederhana, dikelilingi kamar-kamar kontrakan lain yang dihuni oleh para tetangga.
Saat dikunjungi, suasana rumah tampak sepi, hanya suara batuk halus dari Ibu Supiani yang terdengar di tengah percakapan. Televisi tua 24 inci di ruang tamu sudah lama tak berfungsi. Namun, di balik kesederhanaan itu, tersimpan kisah cinta dan pengorbanan seorang anak kepada ibunya.

Meski hidup dalam kondisi serba pas-pasan, Juari tetap setia merawat ibunya yang kini sakit-sakitan. Setiap hari, ia bekerja serabutan sebagai buruh bangunan atau pekerjaan apa pun yang halal demi membayar sewa rumah dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun, penghasilannya tidak menentu.
“Saya hanya ingin mengurus mama. Saya tetap bertahan di sini, apa pun keadaannya,” ujar Juari dengan suara serak, matanya berkaca-kaca menahan tangis.
Sebelum tinggal di kontrakan ini, mereka menetap di belakang Hotel Golden, dekat kantor camat. Namun, pada tahun 2016, kebakaran besar menghanguskan rumah sewaan mereka, memaksa mereka mencari tempat tinggal baru.

“Kami tidak punya pilihan. Setelah kebakaran, kami pindah ke sini. Sudah hampir sembilan tahun bertahan di tempat ini,” kenangnya dengan suara lirih. Di usianya yang semakin senja, Juari masih harus berjuang keras. Tenaganya tak lagi sekuat dulu, dan pekerjaan semakin sulit didapat.
“Saya kerja bangunan kalau ada panggilan. Kadang ada, kadang tidak. Kalau bisa, saya minta tolong, apakah ada yang bisa membantu kami, terutama sembako,” harapnya penuh kesabaran.
Kini, kondisi Ibu Supiani semakin melemah akibat infeksi paru-paru. Beruntung, pengobatan di rumah sakit masih bisa diakses secara gratis. Namun, di rumah, ia kesulitan mendapatkan asupan gizi yang cukup untuk pemulihannya.

“Alhamdulillah saya sempat dirawat lima hari di rumah sakit dan gratis. Tapi di rumah, kadang saya kesulitan untuk makan yang cukup agar cepat sembuh,” ujarnya sambil menggenggam tangan anaknya.
Meski sakit, ia selalu berusaha tersenyum saat menyambut tamu yang datang ke rumahnya. Ketika ada yang menanyakan kondisinya, ia hanya menjawab lirih, “Yang penting anak saya sehat, saya masih bisa bertahan.”
Pada 8 Maret 2025, Ketua Forum Pemerhati Lansia Kutai Timur, Nani, bersama Bidan Thrisna Megawati dan Perawat N.S. Nur Aliya dari Puskesmas Sangatta Utara, mengunjungi mereka. Kedatangan mereka disambut dengan haru oleh Supiani dan Juari.
Selain melakukan pemeriksaan kesehatan, tim juga memberikan bantuan sembako untuk sedikit meringankan beban hidup keduanya.”Kami terus memantau kondisi kesehatan Ibu Supiani dan memastikan ia mendapatkan perawatan yang dibutuhkan. Semoga ada lebih banyak orang baik yang tergerak untuk membantu mereka,” ujar Bidan Thrisna.
Kisah Juari dan ibunya adalah potret nyata perjuangan hidup di tengah keterbatasan. Di usia senja, mereka hanya ingin hidup layak tanpa harus khawatir tentang makanan atau tempat tinggal.
Jika Anda tergerak untuk membantu, donasi dalam bentuk sembako, obat-obatan, atau dukungan lainnya sangat dibutuhkan. Mari bersama-sama membantu Juari dan ibunya agar mereka bisa menjalani hari tua dengan lebih tenang dan bahagia.(*)
Lanjutkan Bu nani
Good news, real banget ini