BP 40 – Panitia Kerja (Panja) DPRD Kutai Timur yang berjumlah 10 orang akhirnya menyepakati pasal-pasal dalam Kode Etik DPRD, yang akan menjadi pedoman bagi para anggota dewan dalam menjalankan tugasnya. Salah satu poin penting yang dibahas dalam rapat adalah sanksi bagi anggota DPRD yang sering tidak hadir tanpa keterangan, yang berpotensi berujung pada Pergantian Antar Waktu (PAW).
Rapat yang digelar di ruang Hearing DPRD Kutai Timur,Kamis 6/3/2025 ini dipimpin oleh Ketua DPRD Jimmi ST., MT, didampingi Wakil Ketua Hj. Prayunita Utami,S.Tr., M.Keb., M.Kes, serta dihadiri oleh delapan anggota Panja dan pejabat terkait, termasuk Kabag Persidangan dan Perundang-Undangan Sahara, SH dan R.T. Shinta Herawaty Purnamasari, S.Sos, selaku Perisalah Legislatif Ahli Muda, beserta staf.

Ketua DPRD Kutai Timur, Jimmi ST., MT, menegaskan bahwa salah satu poin krusial dalam kode etik ini adalah aturan mengenai kehadiran anggota dewan.
“Dalam Kode Etik DPRD yang telah disepakati, anggota DPRD yang tidak hadir selama enam kali berturut-turut tanpa alasan yang sah akan diberikan teguran, surat peringatan, hingga diusulkan untuk Pergantian Antar Waktu (PAW),” ujar Jimmi usai rapat.
Namun, lanjut Jimmi, beberapa anggota Panja mempertanyakan apakah ketidakhadiran tersebut hanya berlaku untuk rapat paripurna saja, atau juga mencakup rapat komisi, Badan Musyawarah (Banmus), dan rapat lainnya.

“Perbedaan pendapat ini sempat menimbulkan perdebatan sengit dalam rapat Panja. Namun, diskusi berjalan secara demokratis hingga akhirnya mencapai kesepakatan,” jelasnya.
Salah satu anggota Panja yang paling kritis dalam rapat ini adalah H. Masdari Kidang, SE, yang menekankan pentingnya kehadiran anggota DPRD dalam setiap rapat, bukan hanya saat rapat paripurna.

“Kita ini dipilih rakyat untuk menyerap aspirasinya. Saya tidak setuju kalau ada anggota yang hanya datang saat paripurna, sementara kita yang lain selalu hadir dalam berbagai rapat. Jangan ada pilih kasih. Jangan merasa anak pejabat lalu seenaknya. Kita ini sama-sama punya tanggung jawab!” tegasnya.
Ketua DPRD Jimmi ST., MTkemudian memperjelas bahwa aturan ini tidak berlaku dalam jangka waktu satu bulan atau satu tahun, melainkan dalam satu minggu penuh tanpa izin.
“Bolos enam kali berturut-turut itu berarti selama satu minggu penuh tanpa kehadiran sama sekali. Jika ini terjadi, maka Badan Kehormatan (BK) berhak memberikan teguran lisan dan tindakan lebih lanjut. Tetapi, kalau ada izin resmi, tentu tidak menjadi masalah,” jelas Jimmi.
Di sisi lain, Yan, S.Pd., SD., M.Pd, salah satu anggota Panja, mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab mengawasi kehadiran anggota DPRD.
“Kalau kita hanya mengandalkan sesama anggota atau staf untuk mengecek kehadiran, nanti bisa saja ada yang tidak hadir tanpa konsekuensi. Harus ada mekanisme pengawasan yang jelas agar aturan ini bisa ditegakkan dengan adil,” ujarnya.
Sementara itu, H. Bachok Riandi mengusulkan agar anggota DPRD yang tidak hadir selama satu bulan tanpa izin sudah bisa diberikan surat peringatan pertama.
“Bagi kami yang baru di DPRD ini, aturan harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Kita semua punya tanggung jawab yang sama. Kalau ada yang tidak hadir tanpa alasan jelas, harus ada sanksinya,“ tegasnya.
Setelah pembahasan kode etik ini selesai, Panja akan menggelar satu kali pertemuan lagi setelah masa resesuntuk menyusun tata beracara Badan Kehormatan (BK). Tata beracara ini akan menjadi pedoman dalam menegakkan kode etik dan mekanisme pemberian sanksi bagi anggota DPRD yang melanggar aturan.
“Hasil pembahasan ini nantinya akan diajukan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk dikaji sebelum dijadwalkan pengesahannya dalam rapat paripurna,“ kata Jimmi.
Dengan adanya aturan ini, diharapkan disiplin dan integritas anggota DPRD Kutai Timur semakin meningkat, sehingga mereka dapat menjalankan amanah rakyat dengan lebih baik dan bertanggung jawab.(*)
Hastag:
#DPRDKutaiTimur #PanjaKodeEtik #DisiplinDewan #KodeEtikDPRD #PAW #BadanKehormatan #DewanUntukRakyat