DPRD KUTAI TIMUR — Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RPJMD DPRD Kutai Timur, Hefnie Armansyah, menyoroti masih tingginya ketergantungan daerah terhadap sektor tambang sebagai sumber utama pendapatan. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di ruang hearing, Selasa (22/7/2025), Hefnie menegaskan pentingnya transformasi menuju sektor-sektor ekonomi non-tambang seperti pertanian, pariwisata, dan penguatan fungsi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
“Bahkan hingga tahun 2030, kita masih akan mengandalkan sektor tambang. Kalau tidak ada upaya nyata melakukan transformasi, maka kita hanya akan jalan di tempat. Saya melihat kita seperti manja dengan kondisi sekarang, terlalu bergantung pada dana bagi hasil dan transfer pusat tanpa usaha keras untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” tegas Hefnie Armansyah, anggota DPRD dari Fraksi PPP.
Menurutnya, ketergantungan terhadap sektor tambang adalah kondisi yang tidak relevan jika Kutim ingin menjadi daerah yang mandiri dan berkelanjutan. Oleh karena itu, sektor pertanian dan pariwisata perlu mendapat perhatian serius, bukan hanya sebagai program tahunan biasa, melainkan sebagai kekuatan ekonomi baru yang dirancang dengan matang dan terukur.
Dalam sesi dialog bersama Kepala Dinas Pariwisata Kutim, Nurullah, serta sejumlah kepala OPD lainnya, Hefnie mempertanyakan arah pembangunan sektor pariwisata selama ini. Ia mendorong agar anggaran besar yang digelontorkan benar-benar menghasilkan dampak nyata bagi peningkatan PAD. “Kalau misalnya kita alokasikan miliaran rupiah dari APBD ke sektor pariwisata, kira-kira apa yang bisa kita dapatkan? Selama ini, apakah sudah ada program yang benar-benar mengarah ke sana, atau hanya sebatas menjalankan kegiatan rutin?” tanyanya.
Ia menegaskan bahwa perencanaan yang baik adalah kunci agar sektor pariwisata dapat memberi kontribusi nyata terhadap keuangan daerah. Hal itu mencakup pemetaan potensi destinasi, strategi promosi, hingga kolaborasi lintas sektor untuk menciptakan nilai tambah dari berbagai objek wisata yang dimiliki Kutim.
“Yang ingin kami tahu dari hasil follow-up Pansus RPJMD ini adalah apakah potensi sektor pariwisata dan pertanian sudah dipetakan secara komprehensif. Apakah sudah ada rencana strategis agar kedua sektor ini bisa menyumbang PAD secara nyata? Kalau bisa menyumbang minimal 5 persen PAD hingga tahun 2030, itu sudah sangat bagus, dan itu harus masuk dalam rencana jangka menengah sekarang,” tegas Hefnie, anggota DPRD Dapil 1 Sangatta Utara.
Pansus berharap, hasil evaluasi dan masukan dari semua OPD dapat menjadi landasan kuat bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJMD 2025–2029 secara lebih berani, progresif, dan visioner. Dengan begitu, Kutim tidak lagi terjebak pada ketergantungan tunggal terhadap industri tambang, melainkan mampu membangun ekonomi daerah yang berkelanjutan dan berdaya saing.(*)